Indramayuinfo.com – Belakangan ini sedang ramai dengan adanya gerakan agar Presiden Indonesia menyerah. Presiden Jokowi juga diminta untuk mengibarkan Bendera Putih sebagai tanda menyerah atau juga mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia.
Percaya tidak percaya gerakan yang minta Presiden untuk mengibarkan Bendera Putih atau mengundurkan diri pastinya bukan gerakan orang Indonesia. Kalaupun gerakan itu merupakan gerakan orang Indonesia berarti sudah keracunan asing, atau juga gerakan orang yang tidak paham Ke-Indonesia-an.
Kata menyerah tidak ada dalam kamus perjuangan pemimpin dan bangsa Indonesia. Jika kita telisik dari akar sejarahnya, negeri kita ini bisa merdeka karena buah semangat pantang menyerah. Kita bukan Bangsa yang merdeka karena di kasihani, tidak juga karena minta-minta pada penjajah.
Memang waktu itu ada saja pihak yang meminta kita menyerah kepada sekutu. Akan tetapi hal tersebut tidak dituruti oleh para pendiri bangsa. Kita memilih untuk merdeka di tangan kita sendiri. Kita rebut sendiri, kita bangun sendiri.
Semangat pantang menyerah kita sampai sekarang belum pernah luntur, termasuk sejak awal pandemi hingga saat ini. Kita Indonesia tidak pernah menyerah!
Baca Juga :
- Pahlawan Dan Persepektif Generasi Milenial
- Bambu Runcing M.A Sentot di Era Milenial
- Menagih Kiprah Pemuda Milenial
- Implementasi Ilmu Manajemen Terhadap Pembangunan Daerah
Di zaman internet ini, dimana banyak orang yang lebih banyak menuding dari pada berkaca. Lebih banyak membully dari pada bekerja. Faktanya sampai saat ini Indonesia tidak menyerah.
Dua musuh sekaligus harus kita hadapi dari monster yang bernama Corona. Krisis kesehatan dan krisis ekonomi yang telah sukses membuat kita pontang panting.
Syukurnya Alhamdulilah. Pendiri bangsa ini sang Proklamator Bung Hatta pernah mengajarkan jurus yang bernama mendayung diantara dua karang. Dengan jurus ini kita tidak harus mengorbankan salah satunya. Baik itu kesehatan atau juga perekonomian.
Dan hal ini sudah dilakukan yaitu dengan cara PSBB dan PPKM yang di pilih. Bukan Lockdown yang secara instan bisa mematikan ekonomi rakyat. Penyebaran virus harus di cegah tanpa harus mematikan roda ekonomi.
Jalan ini sudah dipilih oleh bangsa ini. Tapi ternyata jalannya tidak lancar-lancar amat. Memang karena negara ini besar, orangnya banyak. Kepentingan asing juga beraneka ragam. Belum lagi di tambah kondisi mental. Ada saja rakyatnya yang tidak mau ikut mendayung melewati diantara dua karang.
Salah satu yang mencolok adalah yang namanya victim mentality atau mentalitas merasa jadi korban. Gejala utamanya adalah selalu menyalahkan orang lain atau hal lain atas hal-hal buruk yang terjadi pada kita.
Contohnya saja, nilai jelek menyalahkan guru. Masuk penjara menyalahkan polisi. Hidup gagal menyalahkan orang tua, menyalahkan istri dan lain-lain. Serta masih banyak lainnya.
Coba deh dengar-dengar lagi semuanya ada di sekitar kita. Dan tahu tidak yang paling gampang di salahkan adalah Pemerintah. Iya Pemerintah, semua bisa disalahkan ke Pemerintah. Dan ajaibnya Pemerintah pasti selalu bisa disalahkan.
Namanya jadi Pemerintah ya memang setiap kebijakan tidak bisa menyenangkan semua orang. Ada langkah dan juga resiko yang harus di ambil. Dan karenanya lagi Pemerintah harus terima dibully terus menerus. Karena kalau sampai Pemerintah melawan akan di anggap zalim, lalim, hingga tirani. Berat ya jadi Pemerintah.
Memang berat, tapi ya itu resiko yang harus diterima dan di hadapi. Apa lagi negara kita menganut paham Demokrasi. Mengkritik Pemerintah tentu boleh saja, malah harus. Karena Pemerintah memang harus dikritik. Sebab kekuasaan tanpa pengawasan memang benar-benar akan jadi malapetaka.
Tapi kita harus waspada. Selain mengkritik harus juga sambil berbuat. Mengkritik juga harus kita niatkan untuk kemajuan bangsa kita. Bukan malah menghancurkan bangsa. Dalam kondisi krisis saat ini, banyak banget yang mau menumpangi dengan agenda-agenda politik atau agenda-agenda asing yang memang tidak mau Indonesia maju.
Kita harus bijak lagi pilah-pilih. Isu mana yang benar, mana yang hoax, mana yang untuk kebaikan bangsa, dan mana yang mau memecah persatuan Indonesia.
Kembali lagi balik pada isu “menyerah” yang sedang ramai. Kebayang tidak kalau Presiden disuruh menyerah? Setelah perjuangan panjang yang melelahkan malah menyerah? Negara akan menjadi kacau, politik hancur, ekonomi hancur, kesehatan apalagi. tidak akan ada stabilitas.
Ini jelas-jelas adalah akan menghancurkan negara. Presiden mau tidak mau harus di ganti. Diganti dengan siapa? Wakil Presiden? Atau lawan politik yang kualitasnya mungkin tidak lebih baik? Ini jelas bukan jalan keluar, dan menyerah bukan jalan ninja bangsa ini.
Tapi juga memiliki mentalitas korban tentu tidak terhindarkan di situasi hari ini. Siapa sih yang tidak stress degan kondisi sekitar saat ini. Bahkan kita sendiri dan keluarga kita mungkin adalah korban pandemi. Tapi dengan ikut kampanye menghancurkan negara dengan menyuruh Presiden menyerah bukanlah solusi. Bukan solusi untuk kita.
Justru kita butuh ketenangan jiwa untuk meningkatkan imun, yang dibutuhkan negara hari ini adalah persatuan, kritik yang membangun, bukan yang malah membantu musuh negara dan lawan politik yang mau memancing di air keruh untuk mengambil alih kekuasaan.
Pesimisme dan racun-racun yang tanamkan mereka justru akan memperburuk imun kita. Racun-racun ini harus kita netralisir lagi. Dengan harus berkaca dan menggali semangat optimisme serta menabur harapan di dalam diri kita.
Karena dengan sikap optimis kita bisa menyelamatkan diri kita dari orang yang kita sayangi. Karena hanya dengan harapan kita bisa pulih melangkah lebih jauh lagi. Hiduplah Indonesia Raya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Menko Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto.
“Kita buktikan, bangsa Indonesia tangguh dan tabah menghadapi setiap tantangan. Kita harus melihat di setiap krisis selalu terdapat peluang dan kesempatan,” kata Airlangga dalam akun Instagram pribadinya @airlanggahartarto_official














