OPINI  

Banjir di Plered: Refleksi Kritis Mahasiswa atas Bencana yang Berulang

Banjir yang terjadi di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, pada awal tahun 2025 lalu kembali menjadi peristiwa yang menyita perhatian banyak pihak. Tidak hanya karena dampaknya yang besar terhadap masyarakat, tetapi juga karena banjir ini sejatinya bisa dicegah jika ada pengelolaan lingkungan dan infrastruktur yang lebih baik. Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap isu sosial dan lingkungan, saya merasa penting untuk mengajak kita semua, terutama generasi muda, untuk merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di Plered dan bagaimana kita bisa berkontribusi dalam solusi jangka panjang.

Kronologi dan Dampak Banjir

Banjir di Plered kali ini terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung selama beberapa hari. Sungai-sungai utama seperti Sungai Cikenanga meluap dan menyebabkan tanggul penahan air jebol di beberapa titik. Akibatnya, air meluap dan merendam permukiman warga di Desa Gamel, Desa Sarabau, dan desa-desa lain di sekitar Plered. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon menyebutkan bahwa sekitar 1.490 rumah terendam banjir dan lebih dari 5.000 jiwa terdampak langsung.

Dampak banjir tidak hanya sebatas kerusakan fisik seperti rumah terendam dan jalan yang rusak, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat, pendidikan anak-anak yang terganggu karena sekolah terpaksa libur, hingga ekonomi keluarga yang terhenti akibat kehilangan mata pencaharian sementara waktu. Selain itu, banjir juga memicu bencana lanjutan seperti longsor dan pohon tumbang yang semakin memperburuk kondisi di beberapa titik.

Penyebab Banjir: Alam atau Manusia?

Banyak yang beranggapan bahwa banjir adalah bencana alam yang sulit dihindari. Namun, jika kita telaah lebih dalam, banjir di Plered ini sebenarnya merupakan hasil kombinasi antara faktor alam dan faktor manusia. Curah hujan tinggi memang menjadi pemicu utama, tapi penyebab utama yang memperparah banjir adalah buruknya pengelolaan lingkungan dan infrastruktur yang tidak memadai. Misalnya, banyak sungai yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah yang menumpuk. Tanggul-tanggul yang seharusnya menjadi benteng penahan air juga banyak yang sudah rusak dan tidak diperbaiki secara berkala. Selain itu, alih fungsi lahan yang masif, seperti konversi lahan resapan menjadi lahan pemukiman atau industri, membuat air hujan tidak dapat terserap dengan baik ke dalam tanah. Hal ini menyebabkan volume air limpasan meningkat drastis dan mempercepat terjadinya banjir.

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Pemerintah daerah memang sudah melakukan berbagai upaya seperti evakuasi warga, pemberian bantuan logistik, dan perbaikan tanggul setelah banjir. Namun, upaya ini seringkali bersifat reaktif, artinya baru dilakukan setelah banjir terjadi. Padahal, yang lebih penting adalah upaya preventif, seperti perencanaan tata ruang yang baik, pengelolaan sungai yang berkelanjutan, serta edukasi dan pelibatan masyarakat dalam mitigasi bencana. Masyarakat juga memiliki peran penting. Kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan di sungai dan saluran air harus terus ditingkatkan. Selain itu, partisipasi aktif warga dalam menjaga lingkungan dan melaporkan kondisi tanggul atau drainase yang rusak sangat dibutuhkan agar pemerintah bisa cepat bertindak.

Solusi Jangka Panjang: Kolaborasi dan Inovasi

Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir di Plered harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, komunitas masyarakat, hingga sektor swasta. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  • Revitalisasi Sungai dan Drainase

Melakukan pengerukan sungai secara berkala dan membersihkan sampah agar aliran air lancar. Pembangunan sistem drainase yang efektif juga sangat penting.

  • Penguatan Infrastruktur Tanggul dan Bendungan

Tanggul harus diperbaiki dan diperkuat dengan teknologi yang tahan terhadap tekanan air tinggi. Pemerintah bisa menggandeng ahli teknik sipil dan lingkungan untuk merancang struktur yang lebih baik.

  • Pengelolaan Lahan dan Tata Ruang yang Berkelanjutan

Menjaga kawasan resapan air dan membatasi alih fungsi lahan. Pemerintah daerah perlu mengawasi dengan ketat izin pembangunan agar tidak merusak fungsi ekologis wilayah.

  • Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat​

Melakukan sosialisasi tentang pentingnya menjaga lingkungan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan mitigasi bencana.

  • Pemanfaatan Teknologi dan Data

Menggunakan sistem peringatan dini berbasis teknologi untuk memantau curah hujan dan kondisi sungai sehingga evakuasi bisa dilakukan lebih cepat dan terencana.

Penutup: Banjir di Plered sebagai Panggilan untuk Bertindak

Banjir yang terjadi di Plered bukan hanya sekadar bencana yang harus ditangani sesaat. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk lebih peduli dan bertindak nyata dalam menjaga lingkungan dan mempersiapkan diri menghadapi bencana. Sebagai mahasiswa, kita bisa berperan aktif melalui riset, kampanye lingkungan, hingga kerja sama dengan komunitas lokal untuk menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.

Mari jadikan pengalaman pahit banjir di Plered sebagai momentum untuk berubah dan memperbaiki cara kita mengelola alam dan lingkungan. Dengan kolaborasi dan kesadaran bersama, saya yakin Plered bisa menjadi wilayah yang lebih tangguh dan nyaman untuk dihuni, bebas dari ancaman banjir yang terus berulang.

Penulis: Muri’atun NafisahEditor: Admin