Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah di pesisir utara Jawa Barat dikenal sebagai daerah rawan bencana, khususnya banjir, abrasi pantai, angin kencang, dan bencana hidrometeorologi lainya. Kondisi geografis yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa serta sistem drainase yang masih belum optimal membuat sebagian besar wilayah Indramayu rentan terdampak perubahan cuaca ekstrem dan kenaikan permukaan air laut. Sering meningkatkan risiko bencana, Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu terus menggecarkan program mitigasi dan pencegahan bencana. Upaya ini dilakukan agar masyarakat tidak hanya menjadi korban, tetapi juga menjadi pelaku utama dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indramayu telah membentuk sebanyak 60 Desa Tangguh Bencana dari total 317 desa dan kelurahan di wilayah tersebut. Desa Tangguh Bencana atau Destana adalah program yang bertujuan untuk membangun kapasitas masyarakat dalam mengantisipasi dan merespons bencana secara mandiri dan cepat. Melalui pelatihan, simulasi evakuasi, dan pembentukan tim relawan desa, masyarakat diajak untuk aktif berperan dalam kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana. Salah satu contoh desa yang aktif dalam program ini adalah desa Pabean ilir yang merupakan wilayah pesisir rawan banjir rob. Didesa ini, BPBD bersama Rumah Zakat mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) mitigasi bencana yang melibatkan perangkat desa, relawan, dan tokoh masyarakat setempat.
Mitigasi bencana juga menyasar dunia pendidikan melalui program Sekolah Aman Bencana (SAB). Di Kabupaten Indramayu, BPBD telah mengadakan pelatihan bagi siswa dan guru untuk menghadapi situasi darurat. Salah satu kegiatan besar berlangsung di SMA Negeri 1 Losarang, dimana 150 siswa mengikuti pelatihan evakuasi, pertolongan pertama, hingga simulasi vertical rescue. Program ini tidak hanya meningkatkan kesiapan sekolah dalam menghadapi bencana, tetapi juga menanamkan kesadaran sejak dini tentang pentingnya memahami risiko dan cara bertindak saat bencana terjadi.
BPBD juga aktif mengedukasi siswa sekolah dasar dan masyarakat umum tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana. Dalam kegiatan “Sabtu Ceria”, BPBD mendatangi sekolah-sekolah dan menyampaikan materi mitigasi bencana melalui metode yang menyenangkan dan interaktif. Kegiatan ini di iikuti siswa SD dan SMP, serta dibarengi dengan praktik penggunaan alat keselamatan dan penyelamatan.
Pada Februari-Maret 2025, BPBD Indramayu mengeluarkan imbauan dini tentang potensi banjir rob di beberapa kacamatan seperti Balongan, Cntigi, Juntinyuat, Pasekan, dan Karangampel. Masyarakat diminta waspada terhadap naiknya pasang air laut yang dapat meggenangi rumah dan fasilitas umum. Melalui media sosial dan surat resmi ke pemerintah desa, imbauan ini disebarluaskan untuk meminimalisasi dampak banjir.
Opini Mahasiswa Pentingnya Peran Masyarakat dan Generasi Muda
Sebagai mahasiswa yang di tinggal di wilayah pesisir Indramayu, saya merasa program-program mitigasi bencana ini sangat penting dan bermanfaat. Ketika kita berbicara tentang bencana, kita seringkali berfikir bahwa urusan ini hanya tanggung jawab pemerintah. Padahal kenyataanya, masyarakat adalah pihak pertama yang menghadapi dampak bencana. Maka dari itu, kesiapan masyarakat lokal adalah utama. Program Desa Tangguh Bencana misalnya, menurut saya adalah ide yang sangat bagus. Apalagi ketika pelatihannya benar-benar melibatkan warga desa, bukan sekedar formalitas. Saya pernah melihat langsung simulasi evakuasi ini salah satu dea yang ikut program ini. Warga jadi lebih tahu harus ke mana saat banjir datang, siapa yang memegang peran apa, dan bagaimana menyelamatkan dokumen penting atau anak-anak.
Begitu pula dengan pelibatan siswa dalam pelatihan siaga bencana. Ini langkah cerdas karena pelajar adalah kelompok yang sangat potensi untuk jadi agen perubahan. Mereka cepat menyerap informasi dan punya energi besar untuk menyebarkannya kembali, apalagi di era media sosial seperti sekarang. Namun saya juga melihat ada tantangan, yaitu keberlanjutan program. Seringkali kegiatan mitigasi ini hanya ramai saat mendekati musim hujan atau setelah terjadi bencana. Setelah itu, seolah dilupakan. Harusnya kegiatan ini jadi agenda rutin, masuk ke kurikulum sekolah, dan dimasukkan ke dalam kegiatan desa secara berkala.
Sebagai mahasiswa, saya juga berfikir kita bisa terlibat lebih jauh. Misalnya, mahasiswa teknik bisa bantu bikin alat peringatan dini sederhana. Mahasiswa komunikasi bisa bantu bikin konten edukatif tentang bencana yang mudah dipahami warga. Mahasiswa sosial bisa mengadakan diskusi publik atau pengabdian masyarakat di desa-desa rawan bencana. Intinya, semua pihak punya peran. Pemerintah menyediakan fasilitas dan regulasi, masyarakat sebagai pelaksana dilapangan, dan mahasiswa sebagai pemikir sekaligus penggerak.
Upaya mitigasi bencana di Kabupaten Indramayu sudah berada dijalur yang tepat, meski masih banyak ruang untuk perbaikan. Program-program seperti Desa Tngguh Bencana, Sekolah Aman Bencana, edukasi ke sekolah dasar, serta peringatan dini melalui media, menunjukkan bahwa pemerintah daerah serius membangun ketahanan masyarakat. Sebagai generasi muda, sudah seharusnya kita ikut ambil bagian. Tidak hanya sebagai peserta pelatihan, tetapi juga sebagai penyebar informasi, inovator, dan relawan. Karena menghadapi bencana bukan tugas satu atau dua orang, melainkan tanggung jawab kita bersama. Dengan semangat gotong royong, partisipasi aktif, dan edukasi berkelanjutan, Indramayu bisa menjadi kabupaten yang lebih siap, tangguh, dan selamat dari ancaman bencana.