Rindu Seorang Teknokrat

Rindu Seorang Teknokrat

Indramayuinfo.com – 14 Oktober 1999 Habibie melangkah memasuki ruangan sidang istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).

Teriakan cemoohan bergema di sepanjang langkahnya menuju podium. Tak berhenti sampai disitu, pidato pertanggungjawabannya pun dihiasi celetukan-celetukan dan teriakan yang jauh dari kata sopan. Baik dari anggota MPR maupun Fraksi Balkon yang berisi aktivis dan tokoh-tokoh pergerakan.

Baca Juga:

Meskipun Habibie bisa menunjukkan hasil kerja yang luar biasa dalam kurun waktu yang hanya satu tahun lebih sedikit . Tapi perasaan orang-orang di dalam maupun d luar sidang memang tidak berpihak kepadanya.

Padahal, kerja keras Habibie bersama Kabinet berhasil menguatkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dengan sangat drastis. Setelah terpuruk dalam krisis Moneter 1998 nilai Dolar begitu perkasa terhadap Rupiah yaitu 15.000 rupiah per 1 Dolar.

Dalam waktu kurang dari satu tahun Habibie berhasil mengubahnya menjadi hanya 6.500 Rupiah per 1 dolarnya. Ini merupakan sebuah prestasi yang tidak pernah bisa disamai lagi oleh para penggantinya hingga sampai saat ini.

Habibie berhasil meletakan dasar kebebasan Pers dengan meniadakan pembredelan media Massa. Ia juga yang membebaskan seluruh tahanan politik di masa Orde Baru. Seperti Budiman Sudjatmiko dan Xanana Gusmao.

Betapapun Habibie berusaha sekuat tenaga memaparkan fakta-fakta termasuk penyelenggaraan Pemilu yang Demokratis untuk pertama kalinya sejak tahun 1955, akan tetapi laporan pertanggungjawabannya tetap ditolak. Bahkan selalu ada terikan “huuuu” setiap kali kertas voting yang dibuka menyatakan menerima laporan pertanggungjawaban habibie.

Akhirnya, 355 anggota MPR menolak dan hanya 322 yang menerima. Habibie kehilangan legitimasi untuk mencalonkan diri sebagai Presiden pasca Pemilu tahun 1999, dan orang yang menggantikannya tidak pernah kunjung bisa menyaingi hasil kerjanya.

Kita memang sangat terikat dengan perasaan, soal suka dan tidak suka, soal prasangka buruk tanpa pernah mau secara objektif menilai hasil kerja seseorang. Apalagi terhadap Habibie selain dicap sebagai pewaris Orde Baru, Habibie juga seorang teknokrat tulen.

100 persen waktu Habibie dihabiskan untuk bekerja, sehingga tidak punya kesempatan untuk pencitraan atau membina komunikasi politik agar populer.

Padahal kalau saja waktu itu kita tidak gila dengan populisme. Heroisme-heroisme yang tidak terlalu jelas ujung pangkalnya, negara kita mungkin punya jalan yang berbeda di tangan seorang teknokrat.

Apakah hanya saya yang punya kerinduan ini? Mendambakan negara dipimpin kembali oleh seorang teknokrat, orang yang punya skill untuk menyelesaikan problem-problem mendasar Bangsa. Terutama soal ekonomi dan lapangan kerja.

Orang yang larut dan tenggelam dalam bekerja meski sering lupa membangun citra, Orang yang punya energi luar biasa untuk bekerja, yang lalu kita beri mandat kerja untuk Indonesia.